Jumat, 12 September 2014

kebudayaan tangenan di bali




DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR                                                                                                           i    
DAFTAR ISI                                                                                                                          1
BAB I PENDAHULUAN                                                                                                     2
A.    LATAR BELAKANG                                                                                         2
BAB II PEMBAHASAN                                                                                                      3
A.    KEBUDAYAAN DAERAH TENGANAN BALI                                            3
B.     UPACARA PERANG PANDAN                                                                                   6
C.     PERMASALAHAN YANG DITIMBULKAN                                                 8
BAB III PENUTUP                                                                                                               10
A.    KESIMPULAN                                                                                                    10
B.     SARAN                                                                                                                10
DAFTAR PUSTAKA                                                                                                                        11














BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai salah satu negara terbesar di dunia dan negara dengan kepulauan terbesar di dunia, menyimpan banyak cerita dalam berbagai hal antara lain ciri fisik yang berbeda antara indonesia bagian barat dan indonesia bagian timur. Selaian itu juga mempunyai ragam bahasa, makanan khas daerah, cara berpaikaian, ritual-ritual yang dilakukan, adat pernikahan serta kebudayaan lainnya.
Kebudayaan lain yang di maksud sangat banyak baik yang dilakukan dengan cara dan hal yang baik dan ada juga kebudayaan yang cukup membuat kita kaget karna bertentangan dengan hukum maupun hak azazi manusia.
Walaupun kebudayaan tersebut bertentangan dengan hukum dan ham tetapi masyrakat tetep melakukannya karna itu merupkan sebuah tradisi dan keprcayaan akan sesuatu bagi masyarakat tersebut. Dengan demikian walapun kebudayaan itu bertentangan dengan hukum dan ham kita tetep harus melestarikan dan menjaga nya karna itu merupkan peninggalan nenek moyanga kita.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    KEBUDAYAAN DAERAH TENGANAN BALI
TENGANAN merupakan salah satu desa tua yang ada di Kabupaten Karangasem. Desa seluas lebih kurang 900 hektar ini memiliki banyak keunikan yang tidak ada di desa lainnya di Bali. Salah satu keunikan yang melekat dengan Tenganan yakni perang pandan yang menjadi destinasi wisata yang menarik.
Berbicara asal mula desa yang terkenal dengan tenun geringsingnya ini, tidak ada catatan sejarah tertulis yang menyebutkan kapan desa ini mulai terbentuk. Menurut penekun spiritual asal Desa Tenganan, I Nyoman Sadra mengatakan, sumber tertulis tidak ditemukan lagi, kemungkinan sudah terbakar saat desa ini tertimpa musibah pada tahun 1842 silam. Ketika kebakaran itu terjadi, semua yang ada di kampung Tenganan ini terbakar, termasuk semua awig-awig maupun catatan lainnya
Meskipun tertimpa musibah kebakaran, namun, awig-awig yang mengatur kehidupan masyarakat berusaha kembali ditulis. Hanya saja, karena penulisannya berdasarkan ingatan, maka hasilnya kadang tidak nyambung antara pasal yang satu dengan pasal lainnya. Namun demikian, awig-awig milik desa Tenganan ini bisa dibilang sangat lengkap. Aturan perkawinan maupun aturan lainnya dimuat secara lengkap termasuk masalah pelestarian lingkungan. Awig-awig pasca kebakaran tahun 1842 lalu berhasil dihimpun kembali memuat lebih kurang 50 pasal.
Meskipun tidak ada catatan tertulis resmi yang menjelaskan asal mula desa Tenganan ini, namun dalam masyarakat setempat, berkembang dua versi cerita menyangkut keberadaan Tenganan. Versi pertama menyebutkan, keberadaan Desa Tenganan ini terkait erat dengan keberadaan Raja Mayadanawa yang berpusat di Bedahulu. Mayadanawa disebutkan sebagai raja yang congkak dan tidak mau mengakui keberadaan Tuhan. Masyarakatnya juga dilarang melakukan ritualisasi kepada Tuhan. Akibat ulahnya tersebut, para Dewa di khayangan menjadi marah. Lalu, para dewa melakukan rapat di Gunung Agung. Hasilnya, Dewa Indra selaku dewa perang diutus ke bumi untuk memerangi Mayadanawa. Singkat cerita, dalam perang antara dewa Indra dengan Mayadanawa, raja berperangai raksasa itu kalah. Untuk merayakan kemenangannya itu, Indra bermaksud melaksanakan upacara Aswameda Yadnya. Dalam upacara menurut versi ini, Indra akan menggunakan seekor kuda putih yang bernama Ucchaih Srawa oang Bali menyebutnya Once Srawa untuk dijadikan kurbannya.
Kebetulan sekali, kuda ini digunakan Indra saat memerangi Mayadanawa. Tahu dirinya akan dijadikan kurban, kuda yang sakti tersebut langsung melarikan diri dari Bedahulu. Untuk mencari kudanya yang hilang, Indra akhirnya mengutus orang-orang Tenganan (ketika itu orang Tenganan masih tinggal di Bedahulu dekat Pejeng) untuk mencari kuda putihnya yang akan dijadikan kurban Aswameda.
Kelompok pencari kuda tersebut dibagi dua kelompok. Mereka mencari memencar dengan arah berlawanan. Satu kelompok mencari kearah utara, satunya lagi menuju timur. Kelompok yang menuju ke timur sangat beruntung karena berhasil menemukan kuda tersebut walaupun dalam keadaan mati. Kuda tersebut mereka temukan dilereng bukit Tenganan.
Kelompok yang menemukan kuda ini tidak mau kembali ke Bedahulu. Indra yang mengetahui kejadian itu akhirnya memberikan wilayah disekitar bangkai kuda tersebut kepada kelompok yang menemukannya. Dengan syarat, sejauh mana bangkai kuda itu tercium, sejauh itu wilayah yang dihadiahkan.
Akhirnya, karena ingin mendapatan wilayah yang luas, bangkai kuda tersebut langsung dipotong-potong dan dibawa sejauh mereka bisa berjalan. Keadaan inipun diketahui oleh Indra. Lalu, Indra memanggil orang-orang tersebut. Tempat dari mana Indra memanggil orang tersebut kini berdiri sebuah Pura yang bernama Pura Batu Madeg yang tempatnya disebelah pos Polisi Candidasa. Sedangkan ditempat orang yang membawa bangkai kuda tepatnya berbatasan dengan Desa Macang kini menjadi Pura Pengulapan. Kedua pura ini disungsung oleh Desa Tenganan.
Sampai saat inipun, Tenganan dengan masyarakat Bedahulu masih ada hubungan. Setiap sasih Kapat kalender Tenganan, masyarakat Bedahulu pasti melakukan persembahyangan ke Tenganan. Demikian juga Tenganan pada bulan yang ditentukan menurut kalender Tenganan akan melakukan persembahyangan ke Bedahulu.
Peran Dewa Indra yang sangat besar dalam kejadian tersebut membuat warga Tenganan menjadi penganut Indra. Ini dibuktikan dengan adanya perang pandan yang merupakan ritual kepada Indra.
Sementara itu, versi lainnya dikatakan oleh Sadra agak dekat dengan sejarah. Keberadaan Tenganan menurut versi ini dimulai dengan ketegangan antar sekta yang ada di Bali ketika pemerintahan Raja Udayana Warmadewa. Ketika itu, di Bali ada banyak sekta. Sekta inipun saat itu nampaknya tidak pernah akur dan sarat dengan intrik politik.
Raja Udayana Warmadewa yang khawatir dengan kondisi ini langsung bersikap. Raja mengundang Mpu Kuturan yang merupakan penganut Buddha sebagai mediator. Pertemuan ini dikenal dengan Samuan Tiga yang artinya pertemuan tiga unsure yang terdiri Raja, sekta-sekta di Bali dan Mpu Kuturan sebagai mediator. Tempat melakukan pertemuan tersebut kini menjadi Pura Samuan Tiga yang ada di Bedahulu, Gianyar.
Berkat campur tangan Mpu Kuturan, keributan sekta-sekta tersebut bisa diredam dan menghasilkan paham Siwa. Untuk menyatukannya, maka dibangunlah Pura Besakih yang secara politis dinilai sebagai pemersatu masyarakat dari banyak Sekta. Pada dasarnya, orang Tenganan menerima keputusan tersebut. Namun tidakah sepenuhnya. Bukti penerimaan dapat dilihat adanya bangunan pura Khayangan tiga dalam desa tersebut. Tetapi, masyarakat Tenganan lebih banyak ritualnya ditujukan kepada Indra. ‘’Orang-orang Tenganan itu penyembah Indra. Mereka kan orang Arya dari bangsa Ksatrya’’ujar Sadra saat itu.
Namun demikian, menurut penemuan ilmiah. Pada tahun 1978, seorang ilmuwan asal Swis bernama George Breguet pernah melakukan studi genetika di Tenganan. Hasilnya, darah warga Tenganan ternyata memiliki kesamaan dengan darah orang Calkutta, India tepatnya dari Orisa, Benggali. Bukti lainnya yang menguatkan orang Tenganan ada hubungan dengan India yakni adanya tenun dobel ikat. Menurut Sadra, tenun ini hanya ditemukan ditiga lokasi yakni India, Jepang dan Tenganan (Indonesia). Bukti lainnya, di tanah Benggali hingga saat ini juga masih ditemukan ritual Bali Yatra yaitu perjalanan suci orang-orang Orissa ke Bali.corak kain Gringsing yang ada di Tenganan juga sangat mirip dengan corak kain Gringsing yang dibuat orang.
B.     UPACARA PERANG PANDAN
Upacara Perang Pandan adalah upacara persembahan yang dilakukan untuk menghormati Dewa Indra (dewa perang) dan para leluhur. Perang Pandan disebut juga mekare-kare. Kegiatan upacara ritual ini diadakan tiap tahun bulan juni di Desa Tenganan, yang terletak di 70 km timur Denpasar Bali lebih kurang 70 menit menggunakan kendaraan bermotor, desa ini masuk salah satu desa tua di Bali, desa ini disebut Bali Aga. Lokasi desa ini dikelilingi bukit, sementara bentuk desa sendiri seperti layak nya sebuah benteng  yang hanya mempunyai empat pintu masuk dengan sistim penjagaan, sehingga lebih memudahkan untuk tahu siapa saja yang datang dan pergi dari desa tersebut.
Kepercayaan yang dianut warga desa Tenganan berbeda dengan warga Bali pada umumnya. Warga desa Tenganan mempunyai aturan tertulis atau awig-awig yang secara turun temurun diwariskan oleh nenek moyang mereka, juga tidak mengenal kasta dan diyakini Dewa Indra adalah dewa dari segala dewa. Dewa Indra adalah dewa perang. Menurut sejarahnya Tenganan adalah hadiah dari Dewa Indra pada wong peneges, leluhur desa Tenganan. Sementara Umat Hindu Bali pada umumnya menjadikan Tri Murti yaitu Brahma, Wisnu, dan Siwa sebagai dewa tertinggi.
Konon menurut cerita, pada zaman dahulu kawasan Tenganan dan sekitarnya diperintah oleh seorang raja bernama Maya Denawa yang lalim dan kejam, ia bahkan menjadikan dirinya sebagai Tuhan dan melarang orang Bali melakukan ritual keagamaan, mendengar itu para dewa di surga pun murka, lalu para dewa mengutus Dewa Indra untuk menyadarkan atau membinasakan Maya Denawa, dengan cara mengangkat Dewa Indra sebagai panglima perang atau pemimpim pertempuran. Melalui pertempuran sengit dan memakan korban jiwa yang tidak sedikit, akhir nya Maya Denawa dapat kalahkan.
Upacara Perang Pandan/Mekare kare ini diadakan 2 hari dan diselenggarakan 1 sekali dalam setahun pada sasih kalima (bulan kelima pada kalender Bali) dan merupakan bagian dari upacara Sasih Sembah yaitu upacara keagamaan terbesar di Desa Tenganan.Tempat pelaksanaan upacara Mekare-kare ini adalah didepan balai pertemuan yang ada di halaman desa. Waktu pelaksanaan biasanya dimulai jam 2 sore dimana semua warga menggunakan pakaian adat Tenganan (kain tenun Pegringsingan), untuk  para pria hanya menggunakan sarung (kamen), selendang (saput), dan ikat kepala (udeng) tanpa baju, bertelanjang dada.
Perlengkapan Perang ini adalah pandan berduri diikat menjadi satu berbentuk sebuah gada, sementara untuk perisai yang terbuat dari rotan. Setiap pria  (mulai naik remaja) didesa ini wajib ikut dalam pelaksanaan Perang Pandan, panggung berukuran sekitar 5 x 5 meter persegi itu. Dengan tinggi sekitar 1 meter, tanpa tali pengaman mengelilingi.
Sebelum Perang Pandan dimulai,diawali dengan ritual upacara mengelilingi desa untuk memohon keselamatan,lalu diadakan ritual minum tuak, tuak dalam di bambu dituangkan ke daun pisang yang berfungsi seperti gelas. Peserta perang saling menuangkan tuak itu ke daun pisang peserta lain. Kemudian tuak tersebut dikumpulkan menjadi satu dan dibuang kesamping panggung.
Saat upacara Perang Pandan akan dimulai, Mangku Widia pemimpin adat di Desa Tenganan memberi aba-aba dengan suaranya, lalu dua pemuda bersiap-siap. Mereka berhadap-hadapan dengan seikat daun pandan di tangan kanan dan perisai terbuat dari anyaman rotan di tangan kiri. Penengah layaknya wasit berdiri di antara dua pemuda ini.
Setelah penengah mengangkat tangan tinggi-tinggi, dua pemuda itu saling menyerang. Mereka memukul punggung lawan dengan cara merangkulnya terlebih dulu. Mereka berpelukan. Saling memukul punggung lawan dengan daun pandan itu lalu menggeretnya. Karena itu ritual ini disebut pula megeret pandan. Peserta perang yang lain bersorak memberi semangat. Gamelan ditabuh dengan tempo cepat. Dua pemuda itu saling berangkulan dan memukul hingga jatuh. Penengah memisahkan keduanya dibantu pemedek yang lain.
Pertandingan ini tidak berlangsung lama. Kurang dari satu menit bahkan. Selesai satu pertandingan langsung disambung pertandingan yang lain, Ini dilakukan bergilir (lebih kurang selama 3 jam).
Seusai upacara tersebut semua luka gores diobati dengan ramuan tradisional berbahan kunyit yang konon sangat ampuh untuk menyembuhkan luka. Tidak ada sorot mata sedih bahkan tangisan pada saat itu karena mereka semua melakukannya dengan iklas dan gembira. Tradisi ini adalah bagian dari ritual pemujaan masyarakat Tenganan kepada Dewa Indra, dewa perang yang dihormati dengan darah lewat upacara perang pandan, dilakukan tanpa rasa dendam, atau bahkan dengan senyum ceria, meski harus saling melukai dengan duri pandan.
Setelah Perang Pandan selesai kemudian ditutup dengan bersembahyangan di Pura setempat dilengkapi dengan mempersembahkan/menghaturkan tari Rejang. Adat istiadat harus kita junjung tinggi karena merupakan citra diri juga melambangkan harga diri akan suatu negeri. Adat istiadat jangan sampai hilang agar orang tahu dari mana kita berasal. Bali pulau dewata menampilkan berbagai macam keindahan.
C.     PERMASALAHAN YANG DITIMBULKAN
Perang pandan memang ritual atau kebudayaan yang dilakukan masyrakat tenganan yang telah dilakukukan dari dahulu sampai sekarang. Walaupun itu kebudayaan yang telah dilakukan sejak dahulu sampai sekarang tetapi terdapat permasalahan dari kebudayaan tersebut. Permasalahan nya adalah dalam melaksanakan kebudayaan tersebut dua orang laki-laki harus bertarung menggunakan pandan yang berduri sebgai senjata  yang apabila terkena pukulan dari pandan tersebut dapat mengakibatkan luka yang cukup parah. Bisa kita lihat dari gambar di bawah ini :
Description: C:\Users\asus\Documents\Bluetooth Folder\j3.jpg
Description: C:\Users\asus\Documents\Bluetooth Folder\j1.jpg
Description: C:\Users\asus\Documents\Bluetooth Folder\j2.jpg
Akibat kebudayaan ini memang memberi dampak terhadap oarang yang melakukan kebudayaan tersebut. Selain itu juga bertentangan dengan hukum karena seseorang yang melakukan perkelahian memakai senjata bertentangan dengan hukum. Namun disisi lain walaupun bertentangan kebudayaan ini masih dilakukan karena merupkan sebuah tradisi di daerang tenganan. selain itu masyarakat tenganan melakukannya tanpa ada paksaan melainkan keinginan dan kemauan masyarakat tengenan untu melakukan kebudayaan perang pandan tersebut.






BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Kebudayaan perang pandan merupakan kebudayaan dari tenganan provinsi bali. Budaya ini merupakan kebudayaan yang di lakukan masyrakat untuk menghormati Dewa Indra (dewa perang) dan para leluhur. Perang pandan merupakan pertarungan anatara dua orang menggunakan pandan berduri sebagai senjata, meski bertentangan dengan hukum dan dapat merusak kesehatan bagi para peserta yang mengikuti nya tetap saja kebudayaan ini dilakukan untuk menghormati para leluhur masyarakat tenganan. Selain itu masyarakat atau orang yang melakukan kebudayaan perang pandan dengan sukarela dan bangga mengikuti kebudayaan tersebut. Dalam melakukan kebudayaan pereng pandan tidak ada rasa dendam di antara mereka walau saling melukai melainkan yang ada kecerian dan kesenyuman.
B.     SARAN
Indonesia sebagai salah satu negara terbesar didunia yang memiliki ragam kebudayaan yang berbeda dari sabang sampai mearuke. Kita sebagai anak bangsa dan penerus bangsa harus mengetahui dan melestarikan kebudayaan tersebut karena kebudayaan merupakn ciri khas dan jati diri suatu bangsa.


                       



DAFTAR PUSTAKA

1.      upacara-perang-pandan.html




Tidak ada komentar:

Posting Komentar